Minggu, 08 Agustus 2021

(Profesor) Amin yang Serius

Prof. Amin (mengenakan baju koko putih), bersama dengan Prof. Azis,
saat itu sedang menghadiri monitoring dan evaluasi
program World Class Professor 2017,
di gedung Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Negeri Malang. (Sumber : Dokumentasi Pribadi)




#Estimasi durasi baca : 10 menit
#Rekomendasi waktu baca : Pagi hari menjelang Subuh
        
        Semester empat dan lima, untuk mahasiswa Program Studi S1 Pendidikan Biologi, adalah salah satu semester yang penuh tantangan. Well, yeah, desas-desus ini sudah saya dengar semenjak awal mula menjejakkan kaki di Universitas Negeri Malang. Nggak tahu kenapa, banyak kakak tingkat (kating) yang memberikan semacam early warning, agar siap menghadapi kedua semester tersebut. 

        "Dua jenjang semester yang terberat saat kamu belajar disini, kudu siap mental, lahir, bathin, dan juga harus lebih sabar menghadapi teman..", kurang lebih begitu wejangan yang diberikan oleh hampir semua kating tercinta. Karena pada saat itu saya masih benar-benar kurang memahami seluk-beluk dunia perkuliahan walhasil saya percaya saja. 😀 Hehehehe.

        Jujur, yang terlintas didalam otak saya -seorang lelaki muda yang baru saja lulus Sekolah Menengah Atas (SMA)- nantinya saya akan menghadapi matakuliah yang banyak, dengan tugas kuliah yang tiada berakhir, dan dosen dengan cara mengajar seperti Profesor Snape... sosok pengajar yang ada dalam novel fiksi Harry Potter. Sempat ciut juga nyali saya pada saat "ditakut-takuti" oleh kating. Nyesel banget, kenapa saya harus ciut saat kating berbagi pengalaman kuliahnya dulu, secara tidak sadar pada saat itu sudah ada bibit mental blocking..

        Kenyataannya bagaimana? Kuliah itu seru banget kok, bener deh. Kalau diberikan kesempatan, saya mau banget kuliah lagi. Hal yang paling saya sukai adalah mendapatkan ilmu dan pelajaran yang fresh dari dosen dan teman-teman. Bahkan saking serunya, tiga semester nggak terasa udah saya lalui dengan cukup sukses. Bahkan, pada saat semester tiga, saya sempat diamanahi untuk menjadi asisten dosen pada matakuliah Botani Tumbuhan Rendah. Sungguh pengalaman yang sangat berharga. 

        To make it short, sampailah perjalanan belajar saya pada semester empat dan lima. Jumlah sistem kredit semester (SKS) cukup banyak, 22-24 SKS. Matakuliah yang harus kami pelajari juga banyak.. seingat saya ada 8-10 matakuliah. Tugas yang menurut saya cukup melelahkan adalah membuat makalah dan laporan praktikum. Tugas yang lain, insyaAllah terasa ringan saja. 

        Sempat pada saat itu saya mengalami brainfog, singkatnya saya merasakan penurunan kapabilitas berpikir... otak terasa agak lemot dalam menerima materi perkuliahan. Saya ingat betul, saat itu semester lima, matakuliah Genetika II. Sore hari, sekitar pukul 15.30 WIB.. sorot mentari senja datang tanpa ampun dari sisi barat.. menyerang ruangan kelas laboratorium Genetika di Gedung Biologi lantai tiga. 

        Saya mengajak untuk ikut membayangkan suasana yang kami alami saat itu. Kelas terasa penuh sesak, diisi oleh 20-an mahasiswa dari offering BBB. Belum lagi, puluhan mahasiswa dari offering lain yang juga harus mengerjakan proyek penelitian Genetika II. Kalau saya estimasikan, dalam satu kelas bisa mencapai lebih dari 50 orang. 

        Bagian Timur kelas kami ada dua white board besar, panjangnya sekitar 8 meter. Sisi dinding bagian Utara terdapat rak dari besi (kurang lebih segini ukurannya, panjang = 8 meter; lebar = 40 centimeter; tinggi = 2,5 meter).. ada empat susun, dan untuk menggapai rak tertingginya kami harus naik bangku/meja kuliah. Rak itu penuh dengan kardus berisi botol bekas selai, bagian dalam botol isinya adalah fermentasi jus pisang, kami memelihara Drosophila melanogaster sp. didalamnya.. dengan penuh cinta kasih. 

        Hampir seluruh bagian dinding sebelah Selatan kelas kami adalah jendela kaca yang cukup besar, ada 3 deret wastafel juga disana. Bagian Barat, ada susunan rak yang berukuran lebih kecil, lebarnya hanya seukuran botol selai.. Disini tempatnya strain indukan lalat buah yang kami pelihara (indukan lainnya disimpan dengan aman didalam ruangan asisten dosen, tepat dibagian belakang kelas). Oh iya, ada kompor juga, kami bergantian menggunakannya untuk memasak jus buah pisang. 

        Sesak sekali bukan kelas kami...? belum lagi deretan meja dan bangku kuliah.. wuah, membuat suasana kelas menjadi panas. Secara harfiah, panas dan membuat haus. Meskipun suasana riuh dibelakang kelas, serta crowded seperti hari sebelumnya... entah mengapa hati kecil saya berkata... akan ada hal yang berbeda pada kuliah hari ini.  

        Dosen pengampu matakuliah Genetika kami, Prof. Aloysius Duran Corebima, sedang berhalangan hadir.. sehingga digantikan oleh dosen yang lain. Sosok yang saat itu berdiri didepan kelas kami, adalah sosok yang asing. Beliau terlihat masih muda, mungkin pada saat itu usianya masih diawal 40-an. Terlihat enerjik, sat-set-sat-set, gerak cepat, tegas, dan berwibawa. Beliau adalah Prof. Dr. agr. H. Mohamad Amin, S.Pd., M.Si.

        Selama presentasi kelompok, beliau menyimak dengan seksama isi materi yang disampaikan oleh teman-teman kami. Sambil sesekali membuka gawai dan membalas pesan dari kolega Beliau. Maklum, Beliau adalah orang yang sibuk, selama perkuliahan tidak hentinya gawai milik Beliau bergetar (tanda ada pesan masuk).. bisa mendapat kesempatan belajar dengan Beliau merupakan keberuntungan yang tak terhingga. Pada bagian akhir presentasi, seperti biasanya.. presenter kemudian menanyakan kepada audiens, apakah sekiranya ada materi yang belum secara jelas tersampaikan. Audiens pasif, dan dosen kami tiba-tiba marah.

        "Ayo.. semuanya, coba perhatikan saya. Kalian dengar tidak apa yang ditawarkan oleh teman-teman kalian yang sudah presentasi..?!", begitu Prof. Amin mulai membuka suara. 

        "Teman kalian sudah lelah menyusun materi, kalian seharusnya menghargai dengan mengajukan tanggapan dan pertanyaan!", sambung Beliau. Hening sejenak, audiens (terhitung saya juga didalamnya) hanya saling melirik satu sama lain. Bingung, apa lagi yang harus kami tanyakan... dan sejujurnya kami merasa kurang paham dengan apa yang dijelaskan oleh teman kami.

        "Kalian itu mahasiswa ya.. ingat, M-A-H-A-S-I-S-W-A! Yang kritis, lah.. masa harus disuruh-suruh, dipaksa-paksa biar bisa kritis?! Sudah gedhe gini, harusnya Saudara malu kalau tidak bisa berpikir dan bersikap kritis!", tambah Beliau dengan nada tinggi. Audiens, terkejut. Hening, bahkan riuh-rendah dan hiruk-pikuk rekan kami yang sedang mengerjakan tugas proyek genetika terhenti. 

        Laa khaula wa laa quwwata illa BillahAduh, otak sedang tidak bisa diajak kerjasama..., saya melirik ke salah seorang mahasiswa tercerdas di kelas. Dia menggeleng dua kali.. kanan-kiri... kanan-kiri.., dari sorot matanya saya tahu dia masih belum punya bahan untuk bertanya. Masa iya saya harus mengajukan pertanyaan receh, yang iya malah saya yang dihabisi oleh dosen. Masih hening... tiba-tiba ada satu tangan teracung tinggi, dari deretan bangku belakang. 

        Saat itu teman saya mengajukan pertanyaan, lupa detailnya apa.. yang saya ingat adalah reaksi dari dosen kami.., "Duh, Mas, Mbak... mbok yo (bhs. Jawa : kurang lebih artinya sama seperti "tolong laah..." and sound a little bit desperate)... dipikir benar sebelum mengajukan pertanyaan.., ayo saya tunggu, mana lagi pertanyaannya?". Terlihat dari gesture-nya, Beliau tidak segan untuk menunjuk salah satu dari kami, agar mengajukan pertanyaan. 

        "Apa lagi ya..?", saya berpikir keras.., dan akhirnya saya memberanikan diri untuk mengangkat tangan. "Mohon izin, saya masih belum memahami proses modifikasi pasca transkripsi pada materi genetik.. mohon kelompok presenter berkenan menjelaskan poinnya". Saya cari aman saja, jangan sampai membuat dosen kami semakin marah. Syukurlah, ternyata tidak hanya saya yang merasa belum memahami materi tersebut.

        Menjelang akhir jam perkuliahan hari itu, dosen kami menyampaikan permintaan maaf karena tadi sudah memarahi kami semua. Beliau menyampaikan rasa kecewa, dan akhirnya harus meluapkannya dengan perasaan marah. Beliau menyesali hal tersebut, dan berharap kami semua berubah menjadi sosok yang lebih well-prepared. Tapi menurut saya, Beliau sama sekali tidak perlu meminta maaf kepada kami semua. Sudah seharusnya kami berjuang lebih keras untuk mempersiapkan materi dan menambah daftar pertanyaan yang nantinya akan kami ajukan ke presenter. Perkuliahan tersebut meninggalkan jejak mendalam dalam bathin saya. 

        Beliau, secara autentik menunjukkan perasaan kecewa dan marahnya. Apa yang Beliau sampaikan, terasa asli.. tidak dibuat-buat.. dan saya berani bertaruh apa yang Beliau sampaikan panjang lebar tadi tidak ditulis dalam script. Bahasa Beliau sangat tertata, sistematis, lugas, dan tidak bias. Terlebih..., apa yang disampaikan oleh Beliau terasa sangat tulus berasal dari hati, sehingga pesan tersebut menancap dalam sanubari kami. 

        Menjadi seorang murid, memang sudah sepatutnya merasa lelah. Letih yang dirasakan saat belajar, memanglah wajar. Teringat dengan ungkapan dari Arab.. 

Ù…َÙ†ْ جَدَّ Ùˆَ جَدَ
"Barangsiapa bersungguh-sungguh.. akan berhasil"

        Lebih bersungguh-sungguh berjuang mencari ilmu... Dan kemudian merasakan bahagia saat menemukan konsep dan pemahaman baru tentang ilmu tersebut. Memang sangat nikmat saat kita bisa mencerna apa yang sedang kita pelajari. Tiba-tiba secara random, saya teringat akan sosok jenius "Lintang" dalam serial novel yang ditulis oleh Andrea Hirata. 

        Dikisahkan ditengah sunyi dini hari, ditemani temaram lampu minyak, Lintang menekuni sebuah buku dan ensiklopedi. Lantas huruf yang sedang ia eja terlihat bergerak, kemudian menjelma menjadi puluhan.. ratusan... ribuan kunang-kunang,.. berkelip cahayanya laksana bintang. Insekta yang bisa memendar itu kemudian terbang, menyusup kedalam batok kepalanya.. menyinari sudut-sudut gelap pikirannya. Ilmu memang ibarat cahaya, pelita yang dengan setia akan menerangi bagian gelap nan pekat. 

        Well...., saya memang bukan Lintang.. dan kegiatan belajar saat itu dilangsungkan pada sore hari, bukan malam. Saya harus bolak-balik mengulang satu paragraf dalam buku untuk bisa paham benar isinya. Toh, yang terpenting adalah saya merasa senang. Ilmu memang milik Allah SWT, jika Dia berkenan... tak akan susah memahami isi bertumpuk-tumpuk buku... tak akan susah mengelaborasi interdisiplin ilmu... tak akan susah... (yang susah adalah memahami isi hatimu..., aih... 😭).
       
        Matahari semakin tenggelam, Maghrib menjelang. Perkuliahan harus segera diakhiri... Langkah saya menuju musholla yang tersedia di gedung Biologi terasa lebih ringan... sat-set-sat-set, otak juga lebih clear. Saya tidak pernah menyangka, sebuah pesan singkat dari seorang guru yang `alim.. yang disampaikan dengan tulus, secara apa adanya..., dapat mengubah jalan hidup anak didiknya dikemudian hari kelak.

        Ya Allah, ilmu adalah rezeki dari-Mu.. Mohon berikanlah rezeki berupa pemahaman agar aku mudah memahami rahasianya.

Malang, 8 Agustus 2021
Langit sedang mendung, tadi gerimis sempat menyapa..






Tidak ada komentar:

Posting Komentar

PERUBAHAN DAN PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP (Bagian 1) ---MATERI KELAS X SEMESTER GENAP--- KURIKULUM MERDEKA

 ----  KEGIATAN AWAL PEMBELAJARAN  ---- 📌  Note  : Pernahkah kalian mengamati sawah yang berada disekeliling sekolah? Bagaimana kondisi saw...